Yang Terlupakan
Bangun dari tidur, aku teringat, hari ini adalah
latihan terakhir persiapan lomba Musik Tradisional yang diadakan Kementerian Kebudayaan. Aku
segera bersiap diri, mandi dan mengambil beberapa potong roti sisa tadi malam.
Setelah mengambil sepatu di balkon, bergegas aku menuruni tangga kos yang
sempit, dan terasa agak licin karena basah setelah hujan sepanjang malam.
Semua terlihat baik-baik saja. Pagi hari seperti ini
memang sudah banyak pejuang-pejuang berjalan di jalanan kampus yang sudah mulai
terik karena matahari. Petugas sampah dan dua muda mudi Nampak sibuk dengan
kegiatannya masing-masing. Aku pun tak menghiraukan itu, memang sudah biasa.
“Hai zan!”, panggil seorang teman pada
ku. Namanya Rudi, ia sama sepertiku, terbiasa datang telat menghindari aktivitas menunggu yang tentu saja sangat membosankan. Mungkin, ia juga
memiliki pemikiran yang sama, lebih baik telat
dari pada harus merasakan jenuhnya menunggu.
Benar saja, kami sudah
terlambat sebelas menit. Tapi itu bukanlah masalah yang serius, latihan belum
mulai! Hahaha. Lagi-lagi waktu menjadi musuh yang melumpuhkan semua. Bahkan,
untuk seorang Ratih yang menjadi penyekar dalam grup karawitan kami, dilatihan
terakhir pula. Huh, lagi-lagi aku tak
merasa heran, memang sudah biasa.
Akhir-akhir ini, banyak media yang memberitakan seni
musik tradisional yang mulai meramaikan khazanah musik dunia. Gamelan mungkin
menjadi yang paling banyak digemari saat ini. Ya, seni musik tradisional
Indonesia ini dipercaya dapat memicu kecerdasan, terutama untuk anak-anak. Dari
salah satu studi ilmiah mengenai kesenian musik ini, diketahui pula bahwasanya
dapat menenangkan pikiran dan memancarkan gelombang alfa yang dapat memicu
kecerdasan seseorang.
Alasan ini menjadi titik balik bangkitnya kebudayaan
tradisional negara kita, Indonesia. Kita
beruntung karena punya banyak kesenian dan kebudayaan warisan leluhur. Dibanyak
sanggar seni, anak-anak muda mempelajarinya. Aku bangga karena aku juga
merupakan salah satu dari mereka yang terus mencintai kebudayaan bangsa dan
mengenalkannya kepada seluruh dunia.
Karawitan sudah ku kenal sejak kecil. Dahulu,
nenekku merupakan penyekar yang terkenal mempunyai suara dan teknik yang bagus.
Dari beliau pula aku mulai mengenal dan terus belajar tentang karawitan.
“Ingat le, koe kudu nerusne kanggo ngenalake
karawitan sak wis ku”
Setiap kali ingat pesan itu, semangatku bertambah.
Dan aku beruntung, karena bersama teman-teman, aku berjuang melestarikan dan
mengenalkan karawitan kepada dunia. Aku dan teman-teman sudah berjanji akan
terus berusaha serta berjuang menyejajarkan karawitan bersama reog, tari
pendet, tari saman, gamelan, angklung, dan kebudayaan Indonesia lainnya yang
sudah terlebih dahulu mendunia.
Hari ini aku akan berangkat ke Jakarta mewakili
kampus mengikuti lomba kesenian musik tradisional yang diadakan kementerian.
Bersama teman-teman UKM Karawitan Trunojoyo, aku akan berjuang untuk bisa
memenangkan lomba itu. Aku ingin mempersembahkannya pada nenek dikampung, pasti
beliau sangat senang.
***
“Assalamu`alaikum. Iya bu”
“Wa`alaikumussalam. Cepat pulang nak. Bapak kamu
kambuh lagi”
“Apa bu? Penyakit jantungnya kambuh? I..iya bu, saya
segera pulang”
Orang tua mrnyuruhku pulang. Ayahku kritis dirumah
sakit. Aku akan berangkat ke Jakarta. Semuanya sudah siap. Situasi yang paling
tidak aku inginkan. Aku benar-benar bingung.
“Hallo. Rud, sepertinya aku nggak ikut ke Jakarta.
Orang tuaku sedang sakit. Nanti tolong beritahu ke temen-temen yang lain ya.”
“Hah! Lho kog gitu sih zan. Ini kan sudah mau berangkat”
“Iya. Tapi, gimana lagi. Aku musti pulang karena
orang tuaku sedang kritis, penyakitnya kambuh.”
“Waduh. Gimana ya. Soalnya nggak ada yang bisa
ngegantiin kamu zan. Nggak ada yang sebagus kamu mainnya”
Aku sudah tidak bisa berpikir lama-lama lagi. Aku
harus pulang. Bukan aku tidak menghargai perjuangan grup Karawitan Trunojoyo
yang sudah tiga bulan ini berlatih keras, tapi ini adalah tentang orang tuaku.
Maaf.
*** Dua Bulan Setelahnya ***
Kabar grup Karawitan Trunojoyo yang mendapatkan
juara sudah menyebar diseluruh kampus. Ini memang sebuah ajang besar yang
nantinya, sang juara akan dikirim ke Berlin untuk tampil World Traditional
Music Championship. Tentu aku turut senang mendengar fakta itu. Akan tetapi,
sebaiknya aku tidak bertemu dengan teman-teman dulu.
Sepertinya mereka marah karena keputusanku untuk
tidak ikut ke Jakarta dua bulan yang lalu. Pilihan yang sulit bagiku. Aku
berharap mereka mengerti akan itu dan setidaknya mereka masih mau menyapa saat
bertemu. Karena senyum dan keramahan, adalah identitas utama budaya bangsa, dan
lebih berarti dibandingkan apa yang kita perjuangkan selama ini. Aku cinta
karawitan, tapi aku lebih butuh senyum dan karamahan.
⭐⭐⭐⭐ Excellent
ReplyDelete