Karena itu, kali ini saya akan sedikit menuliskan
pengalaman ospek saya di Universitas Trunojoyo Madura (UTM).
Ospek memang sudah menjadi momok tersendiri bagi
para mahasiswa baru. Seorang maba harus siap menghadapi kejahilan kakak-kakak
yang sudah lama memendam dendam yang berasal dari kakak tingkatnya.
Itulah bayangan saya beberapa hari menjelang ospek
di universitas. Hal tersebut nampaknya juga dialami oleh teman-teman maba
lainnya.
Foto: Yul |
Informasi itu langsung mendapat tepukan tangan dari
seluruh maba yang memadati area taman kampus Universitas Trunojoyo Madura.
Senang pastinya, lega juga karena kekhawatiran kami sudah terjawabkan dengan
janji dari bapak Pembantu Rektor III.
Pagi sekitar setengah tujuh, saya berangkat bersama
teman-teman lainnya yang tinggal diasrama. Dengan mengenakan pakaian hem putih
lengan panjang, celana hitam, dan sepatu pantofel, kami mulai mencari-cari teman baru. Ini
memang menjadi kesempatan yang bagus untuk berkenalan, karena kebanyakan dari
kami belum kenal satu sama lain dan semua ingin saling mengenal.
Pada ormaba ini kami dikenalkan tentang kehidupan
kampus oleh bapak dan ibu dosen. Ada motivasi juga, ada permainan, diskusi dan
kuis-kuis. Hari pertama pun terlewati dengan cukup mengasyikkan. Hari kedua pun
demikian.
Sesudah penutupan ormaba, sekitar pukul 14:30, kami
dihampiri oleh seorang mahasiswa yang mengenakan almamater, ia mengajak kami semua
berkumpul di taman kampus.
Di taman sudah ada belasan kakak-kakak yang sudah
berkumpul terlebih dahulu. Setelah banyak maba yang berkumpul, mereka memberikan
pengumuman bahwa pada tanggal 25-26 akan ada ormaba lagi. Apa??? Ormaba??
Kami semua memprotes mengapa kog ada ormaba lagi,
padahal baru saja kami selesai mengikuti ormaba. Perdebatan sengit pun tidak
terelakkan. Beberapa maba memberanikan diri maju dan mengutarakan argumennya
bahwa kami tidak mau mengikuti ormaba versi mahasiswa ini.
Pada awalnya semua berjalan seru, saling adu
argument. Namun, situasi mulai berubah saat ada seorang kakak yang mulai
berbicara terlampau keras (membentak). Para maba pun ikut terprovokasi, akan
tetapi situasi kembali normal ketika beberapa maba dan kakak juga maju dan
meminta semuanya tenang.
Kemudian seorang maba tiba-tiba muncul dari
kerumunan dan meminta bukti kalau ormaba versi mahasiswa ini resmi. Dan itu dijawab
dengan sebuah kertas yang dibawa oleh seorang kakak dari gedung rektorat. Akan
tetapi, para maba tidak percaya begitu saja. Akhirnya kakak-kakak yang lain
keluar dari rektorat bersama bapak PR 3.
Bapak PR III mengatakan bahwasanya surat itu benar dari
beliau. Beliau pun menegaskan bahwa ijin yang diberikan beliau juga ada
syaratnya. Ada 3 syarat waktu itu, tapi saya lupa, yang pasti tidak boleh ada
perpeloncoan ataupun bentak-bentak. Oke, para maba pun menerima dan setelah itu
semuanya membubarkan diri.
Dihari pertama, kami mengenakan pakaian yang sama
dengan waktu ormaba versi dosen. Tidak bawa yang aneh-aneh dan memang acara
yang disuguhkan oleh kakak-kakak sangat menarik. Jauh dari bayangan kami
sebelumnya.
Kami dikenalkan dengan Unit Kegiatan Mahasiswa yang
ada di UTM. Dari masing-masing UKM menampilkan aksinya yang cukup memukau kami
para maba. Ditambah lagi dengan mbak sie acara yang cantik-cantik dan mas yang
ganteng-ganteng, semakin membuat seru ormaba versi mahasiswa ini.
kak boleh minta kontaknya? Saya maba 2017
ReplyDeleteWA: 085646122610
Delete